Senin, 06 April 2015

Kuroko no Basuke vs Haikyuu : Seirin vs Karasuno Part 3


Kemudian, setelah melakukan pemanasan, para anggota Seirin berbaris untuk mencoba melakukan service untuk pertama kalinya. Pelatih Ukai memberikan arahan dan member yang lain beberapa kali memberi contoh. Sejauh ini, service dari Kageyama lah yang paling mengagumkan.
“Bolanya sangat ringan,” komentar Hyuga saat memainkan bola voli di tangannya. Dia mendapat kesempatan pertama untuk melakukan service. Untuk pertama kali, dia mencoba melambungkan bolanya dan memukul dengan sangat keras. Bola itu melambung tinggi dengan sangat cepat dan membentur dinding dengan sangat keras tanpa menyentuh lantai. Service out.
Akiya yang memandang dari luar lapangan, tersenyum sambil bergumam. “Sudah kuduga, takkan semudah kelihatannya.”
Pelatih Ukai yang mendengar komentar Akiya, menjadi lebih waspada pada gadis itu. Dia merasa bahwa Akiya bukan gadis biasa.
Selanjutnya, Kagami yang akan mencoba untuk melakukan service. Pertama, dia memantul-mantulkan bolanya ke lantai lalu memutarnya seperti yang dilakukan Kageyama. Dia merasakan bahwa bola yang ada di tangannya ini sangat berbeda dengan bola yang selama ini dia mainkan. Dia melambungkannya tinggi, dan menamparnya lebih pelan dari pada yang dilakukan Hyuga. Bolanya melintas lurus dengan kecepatan melebihi dugaan dan menabrak net. Service fail.
Kageyama menelan ludah, “Beruntung Hinata tak memiliki kekuatan seperti itu.” Dia membayangkan jika serve itu mengenai belakang kepalanya. “Aku pasti mati.”
Yang ketiga, giliran Izuki yang terlihat hendak mencoba melakukan jump serving. Dia mengambil awalan sangat jauh dari kotak lapangan. Masih berusaha membiasakan diri dengan bola yang dipegangnya. Tak lama kemudian, dia melambungkan bolanya tinggi dan berlari. Sebelum menyentuh garis lapangan, dia melompat dan memukul bola itu. Tapi, karna bolanya masih terlalu tinggi, Izuki hanya bisa menjangkau bagian bawah bola dan mengakibatkan bola melengkung dan jauh di daerah sendiri. Service fail again.
Sampai seterusnya, tak ada yang bisa melakukan service dengan baik, bahkan Kiyoshi pun out karna dia walaupun dia sudah menampar bola dengan pelan, tetap saja bola itu melambung terlalu tinggi dan akhirnya out.
“Sepertinya mereka masih belum terbiasa dengan bola voli,” kata pelatih Ukai.
“Memang benar, bola voli dan bola basket memiliki perbedaan dari segi berat dan ukurannya. Sepertinya mustahil juga untukku bisa bermain basket,” keluh Sugawara.
Akiya berkata sambil masih menonton dengan antusias, “Kalau begitu, mereka hanya perlu terbiasa, kan?”
Akhirnya, tiba giliran Kuroko.
“Baik, karna kalian semua sudah mencoba untuk melakukan service, sekarang…”
“Tunggu sebentar!” seru Akiya.
“Ada apa, Akashi-san?” tanya Sawamura.
“Masih ada yang belum melakukan service,” jawab Akiya.
“Ehh??” Semua member Karasuno menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari keberadaan satu orang yang belum mencoba.
“Anoo, aku disini!” seru Kuroko dengan bola di tangannya dan sudah berdiri di posisi service.
Semua orang menoleh ke sumber suara, dan menemukan seorang lelaki dengan rambut light-bluenya tengah memutar-mutar bola voli. Hinata yang berada di samping Kuroko langsung melompat mundur, diikuti yang lain. “EHH? SEJAK KAPAN??!!”
“Aku sudah disini sejak tadi,” jawab Kuroko polos.
“Baiklah, coba lakukan serve!” seru pelatih Ukai masih terkejut. ‘Aku benar-benar tak melihatnya sejak tadi, apa dia juga datang bersama yang lain?’
Kuroko mengambil posisi, memantulkan bolanya ke lantai, memutar-mutarnya dan bersiap melakukan serve. Dengan kekuatan biasa, dia melambungkan bola itu ke sisi lain net dan menjadi satu-satunya serve yang berhasil sejauh ini.



Aku bisa tersenyum sangat puas melihat service dari Kuro-senpai. Tapi, tak ada satu pun suara selain dentuman bola voli yang memantul ke lantai. Aku melihat sekeliling dan menemukan seluruh member Karasuno beserta pelatih, guru dan dua manager mereka tersengang melihat serve yang baru saja dilakukan Kuro-senpai.



“Apa itu tadi?!” seru Kageyama dalam hati.
“Bolanya…” kata Nishinoya.
“Menghilang…” lanjut Hinata.



Ahh, jadi begitu. Seseorang yang melakukan serve adalah orang yang paling diperhatikan di dalam pertandingan. Tapi, Kuro-senpai yang sejak tadi tidak disadari keberadaannya kemudian menjadi yang sangat diperhatikan, ternyata berdampak pada misdirection-nya. Dia menjadi lebih diperhatikan dari pada bolanya. Bagiku yang sudah terbiasa dengan adanya Kuro-senpai, tidak terpengaruh hal itu dan melihat serve itu seperti serve biasa. Namun, untuk Karasuno, sepertinya itu menjadi kejutan yang menarik.
“Tanganku sakit,” gumam Kuro-senpai.
“Ini akan jadi sangat menarik!” gumamku sambil menikmati suasana canggung karna yang lain masih terkejut. Kelihatannya, aku tak perlu melakukan apa-apa untuk membalas kekagetanku tadi. Kuro-senpai sudah melakukannya dengan sangat baik, bahkan diluar dugaan.
Latihan voli Seirin bersama Karasuno terus berlanjut sampai sore menjelang. Aku masih berdiam, mengamati segala sesuatu yang bisa kudapatkan dari latihan, sampai akhirnya paman pemilik penginapan memanggil kami untuk beristirahat karna pemandian sudah disiapkan, dan makan malam sudah dimasak.
“Semua berkumpul!” teriak pelatih Ukai.
Kami semua berkumpul di pinggir lapangan sambil mengelilingi pelatih Ukai. Dia mengatakan beberapa nasehat untuk tim Karasuno dan Seirin yang masih pemula. Aku pun mendengarkannya dengan seksama, dan menimbang bahwa kata-katanya kurang lebih sama dengan yang biasa diucapkan Riko-senpai. Setelah itu, kami pun bubar dan kembali ke penginapan.
“Apa yang sedang kau rencanakan?” tanya Kuro-senpai.
Aku memandangnya, “Tak ada.”
Kami menjadi sangat akrab hanya dalam beberapa jam. Tak ada yang saling canggung, dan kami pun bercanda seperti biasa. Terlebih lagi, Karasuno memiliki anggota yang sangat bersemangat, seperti Tanaka-san, Nishinoya-san dan Hinata-kun. Kami pun dapat dengan cepat mengakrabkan diri.

***

Kuroko no Basuke vs Haikyuu : Seirin vs Karasuno Part 2



‘Apa-apaan situasi ini? Anak itu hanya seorang manager, dan dia berani memerintah kakak kelasnya! Memang benar dia memiliki mata yang membuat orang tak bisa membantahnya, tapi tak kusangka mereka akan dengan patuh mendengarkannya,’ gumam pelatih Ukai. “Kalau kalian ingin bermain voli, kami tak keberatan. Malah itu akan menjadi sebuah latihan yang berguna untuk kami.”
“Kageyama, apa menurutmu mereka bisa bermain voli?” tanya Hinata.
“Mana kutahu,” jawab Kageyama sewot. “Tapi postur mereka benar-benar tidak main-main. Yang paling tinggi itu mungkin sekitar 190 cm.”
“Siapa mereka?” tanya Nishinoya, si libero yang baru saja bergabung.
“Ohh, apa mereka anak SMA?” tanya Tanaka yang mengikuti Nishinoya.
“Mereka anggota tim basket dari SMA Seirin,” jawab Hinata.
Setelah melihat dengan seksama, mereka berdua menjadi terpaku dan menatap sang tamu dengan mulut menganga. “I-ii-itu…”
“Tanaka-san, kau tak mungkin ketakutan dengan badan mereka yang besar, kan?” ledek Hinata.
“Kawaiii…!!!” seru mereka bersamaan, dengan mata berbinar-binar memandangi Akiya.
Hinata dan Kageyama mendadak putus asa melihat kelakuan senpai mereka.



Setelah berbincang dengan sang pelatih dan guru pembimbing, aku mendapat sesuatu yang menarik untuk dilakukan selama berada di sini. Aku kembali kepada para member dan berunding dengan mereka. “Mau melakukannya?”
“Bukankah kita dilarang berlatih basket?” tanya Kagami-senpai.
“Pelatih melarang bermain basket, tapi tidak melarang bermain voli,” jawabku. “Basket dan voli adalah olahraga yang sama sekali berbeda. Aku yakin, kalian bisa belajar sesuatu dari sini.”
“Kalau kau berkata begitu, aku takkan membantahnya,” tukas Kuro-senpai.
Kagami-senpai hendak protes. “Oee, Kuroko! Jangan seenaknya…”
“Aku tak bisa hanya diam selama seminggu,” tambah Kuro-senpai menyela.
Sang kapten menghela nafas, “Benar kata Kuroko, kita tak bisa hanya diam dan tak menggerakkan tubuh sama sekali. Lagipula, tak ada salahnya mencoba bermain voli.”
“Jadi, sepakat?” tanyaku.
“Kami akan melakukannya,” jawab Hyuga-senpai dengan mantap.



“Pelatih Ukai!” seru sang kapten sambil berlari mendekat diikuti yang lain.
“Sebaiknya kalian bersiap-siap, sepertinya mereka akan bermain voli bersama kita selama seminggu ini,” kata pelatih Ukai.
“Mereka tim basket, kan? Apa mereka bisa bermain voli?” tanya Hinata.
“Mereka mungkin belum biasa bermain voli, tapi aku tidak menjamin mereka tak bisa melakukannya. Apalagi manager mereka benar-benar berbahaya,”
“Apanya yang berbahaya dari gadis semanis dia?” tanya Nishinoya.
“Manager itu, tidak memiliki keraguan dalam matanya, dan auranya benar-benar berbeda dari yang lain. Dia gadis yang bahkan tidak takut mengambil resiko dari keputusannya. Dia bukan gadis biasa,”
Tanaka dan Nishinoya menjadi lebih berbinar-binar dari sebelumnya.
“Benar-benar senpai yang tak bisa diharapkan,” timpal Tsukishima.
“Mereka datang, kalian harus bersikap ramah!” kata Takeda-sensei.
“Hai’!!” seru mereka bersama-sama.



Kami pun mendekat dan berkenalan dengan seluruh anggota tim. Tadinya aku sedikit terganggu dengan dua orang yang terus memandangiku, tapi aku mendapat ketenangan kembali saat kami sudah saling mengenal.
“Maaf untuk yang tadi,” kata Kageyama. “Toss-ku terlalu cepat dan Hinata tak bisa memukulnya dengan benar.”
“Kenapa kau membuatnya terdengar seperti salahku, Kageyama?!” teriak Hinata.
“Itu memang salahmu!”
“Kau melakukannya saat aku belum siap!”
“Kau saja yang terlalu lambat!”
“Apa kau bilang?!!”
Aku menahan tawaku saat melihat mereka adu mulut, persis seperti Kagami-senpai dan Kuro-senpai. Semakin kulihat, tim ini semakin menarik. Ada anak yang paling tinggi, berkacamata dan memiliki tatapan tidak tertarik yang aku yakin dia adalah seorang Middle Blocker. Ada juga yang paling pendek yang memiliki gerakan yang sangat lincah, pasti dia seorang libero. Dan tentu saja, masih banyak yang menarik perhatianku.
“Hinata-kun, apa kau seorang Middle Blocker?” tanyaku.
Sepertinya pertanyaanku terdengar aneh karna semua anggota Karasuno terdiam dan menatapku heran.
“B-ba-bagaimana kau tahu?!” seru Hinata-kun. “Biasanya orang akan menganggapku sebagai libero saat pertama kali bertemu.”
“Kakimu…”
Hinata-kun melihat kakinya.
“Itu adalah kaki yang biasa digunakan untuk melompat. Kau pasti bisa melompat sangat tinggi,” jawabku.
“Tapi, dari semua posisi, kenapa Middle Blocker?” tanya Kageyama-kun.
“Karna bola yang hampir menghantamku tadi,” jawabku. “Itu adalah bola dengan kecepatan yang mengerikan dan karna Kageyama-kun bilang dia yang melakukan toss dan Hinata-kun yang akan memukulnya, jadi aku menyimpulkan bahwa Hinata-kun adalah Middle Blocker dan Kageyama-kun adalah seorang Setter.”



‘Gadis ini sudah mengetahuinya sejak awal pertemuannya dengan Hinata, sungguh pengamatan yang mengerikan,’ gumam Ukai.



“Bisakah kalian tunjukkan lagi, pukulan mematikan itu?” pintaku.
Sejenak, mereka ragu sambil memandang pelatih. Namun, sang pelatih memasang wajah santai dan memperbolehkan mereka melakukannya.
Kami mundur ke pinggir lapangan dan melihat Kageyama-kun dan Hinata-kun bersiap-siap. Hinata melempar bolanya di atas Kageyama dan langsung berlari. Beberapa langkah dari net, dia melompat dan Kageyama memberikan toss yang paling cepat, sampai aku tak bisa melihat bolanya. Yang aku tahu, bola itu sudah memantul di dinding seberang net. Tak hanya aku, sepertinya anggota Seirin yang lain dibuat kaget olehnya.
Masih dengan tatapan kagum, aku mendekat. “Itu benar-benar luar biasa!”
“Iyahh, itu bukan apa-apa,” tukas Hinata dengan wajah memerah karna malu.



“Kurang ajar kalian, Kageyama, Hinata!!” gumam Nishinoya.
“Beraninya kalian pamer di depan Aki-chan!!” Tanaka juga berang.
“Kalian berdua, berhenti menggoda manager tim lain!” kata Sawamura tegas. “Apa kalian tak takut mengganggu manager tim yang berisi orang-orang seperti mereka?” Sawamura melirik Kagami.
Nishinoya dan Tanaka terdiam.



“Apa kalian bisa mengajari tim kami bermain voli?” tanyaku.
“Kami akan berusaha,” jawab Sawamura-san.
“Kalau begitu, aku serahkan mereka pada kalian,” kataku sambil kembali menggendong si No. 2.

***

Kuroko no Basuke vs Haikyuu : Seirin vs Karasuno Part 1


“Cukup untuk hari ini, istirahat lima menit lalu berkumpul sebelum kembali ke ruang klub!” teriak pelatih Riko di hari terakhir sekolah sebelum masuk liburan musim panas. Dia menghampiriku yang tengah mengamati jadwal liburan kami.
“Otsukaree!!” seruku.
“Otsukare!” balas Riko-senpai. “Bagaimana, Aki-chan?”
“Tak ada masalah,” jawabku. “Aku juga sudah memperhitungkan waktu latihan kita sebelum Winter Cup dimulai. Dan beberapa hari libur sepertinya cukup efektif untuk memulihkan tenaga.”
“Aku juga berpikir untuk memberi mereka libur,”
“Aku ada ide,” kataku sambil terkekeh membayangkan betapa menyenangkannya ideku.
Para pemain pun kembali dari istirahat mereka dan mulai berkumpul di sekeliling pelatih dan aku. Sang kapten meminta jadwal yang sudah kususun dan mencermatinya. Melihat tak ada masalah, dia mengembalikannya padaku sambil tersenyum.
“Eh-heem!” Riko-senpai berdeham dengan keras. “Ada sesuatu yang ingin kurundingkan.”
Kiyoshi-senpai menyahut, “Ada apa, Riko?”
“Ini tentang liburan kalian,” jawab sang pelatih. “Aku dan Aki-chan sudah membicarakan ini, dan kami memutuskan untuk memberi kalian waktu seminggu untuk libur.”
“Seminggu? Apa itu tidak terlalu lama?” tanya Kagami-senpai.
“Malah seharusnya lebih lama dari itu,” tukasku.
“Kenapa? Kami sama sekali tak terbebani dengan semua latihan selama ini,” sahut Kagami-senpai lagi.
Aku menghela nafas. “Seorang atlet menjaga tubuh mereka tetap segar dan pertandingan Interhigh kemarin membuat tubuh kalian melemah jauh dari yang kuperkirakan. Pada dasarnya, itu tidak mempengaruhi angka statistic yang dilihat pelatih pada tubuh kalian, namun kelemahan itu akan terlihat jika terus menerus dipaksa. Sama seperti sebongkah batu yang akan hancur jika terus menerus di tetesi air. Kita perlu melapisi kembali batu itu sebelum menerima tetesan air lagi. Aku sudah banyak melihat atlet berbakat yang gagal karena mengabaikan tubuh mereka.”
“Jadi, liburan seperti apa yang harus kami lakukan?” tanya Hyuga-senpai.
“Kita akan melakukan perjalanan wisata, dan selama seminggu, kalian dilarang bermain basket,” jawab Riko-senpai.
“Kemana?” tanya Koganei.
“Gunung,” jawabku.


Keesokan harinya, seluruh anggota klub basket Seirin sudah berkumpul di depan gedung sekolah. Kuro-senpai menggendong si No. 2 di kepalanya karna dia terlalu berisik saat ditinggal.
“Oee, kau mau membawanya?” tanya Kagami-senpai dari kejauhan.
“Kau tak perlu sembunyi sejauh itu, Kagami-kun.”
“Kuroko, kuhajar kau!!” teriak Kagami-senpai saat Kuro-senpai mendekatinya.
“Semuanya sudah disini?!” seru Hyuga-senpai.
“Bagaimana dengan pelatih?” tanya Kiyoshi-senpai yang menyadari bahwa Riko-senpai belum datang.
“Riko-senpai akan menyusul kita besok lusa. Dia ada urusan yang harus diselesaikan,” jawabku.
Tiba-tiba, semuanya menghembuskan nafas lega yang aku tak tahu karna apa.
“Setidaknya, kita selamat dari masakan pelatih,” dengus Koga-senpai.
“Apa masakannya semengerikan itu?” tanyaku.
“Masakannya bisa membunuhmu hanya dengan sekali suapan,” tukas Izuki-senpai.
“Dia akan sedih kalau mendengarnya,” timpalku. “Jangan khawatir, makanan kita disiapkan sendiri oleh pemilik penginapan.”
Akhirnya, setelah anak kelas satu yang terakhir datang, kami segera berangkat. Aku duduk di bangku paling depan bersama Kuro-senpai karna No. 2 yang kugendong menjadi sangat gaduh saat jauh dari Kuro-senpai. Dan Kagami-senpai, berada jauh di belakang karna tak mau dekat-dekat No. 2.
“Kagami-senpai, sebenarnya apa yang dia takutkan dari makhluk ini?” gumamku sambil mengelus No. 2 yang sedang tidur pulas di pangkuanku.
“Anoo, kita sebenarnya mau kemana?” tanya Kuro-senpai.
“Gunung,” jawabku singkat.
Dua jam kemudian, kami sampai di depan sebuah penginapan tradisional yang jauh dari kerumunan kota. Sejauh yang bisa dilihat adalah lebatnya pepohonan dan jalan setapak menuju dataran yang lebih tinggi. Kami langsung membongkar barang-barang kami di kamar masing-masing. Kegiatan hari ini adalah bersantai, jadi seluruh member bebas melakukan apa yang mereka mau.
Setelah selesai membongkar barang-barang, No. 2 langsung menggonggong, meminta diajak jalan-jalan.
“Baiklah, ayo kita jalan-jalan!” seruku sambil berlari ke halaman diikuti No. 2.
Di halaman, aku melihat Kuro-senpai, bersama anggota yang lain sedang melihat-lihat sekitar.
“Bukankah itu gedung olahraga?” gumam Izuki-senpai.
“Ingin melihatnya?” tanyaku sambil menggendong No. 2 dan Kagami-senpai langsung melompat beberapa meter ke belakang.
Aku berjalan mendahului mereka. Semakin dekat, semakin terdengar suara berisik dari dalam gedung. Tak salah lagi, pasti ada beberapa orang sedang menggunakan gedung ini. Kelihatannya, ini akan jadi menarik. Aku berdiri di depan pintu masuknya, dan membukanya dengan sekali hentakan.
“Permisiii…!!!” seruku dengan senyum merekah dan No. 2 yang masih berada di atas kepalaku. Seketika itu juga, sebuah bola melesat tepat di samping pipiku dan menabrak dinding. Anginnya menyibakkan rambut merahku yang tergerai. Senyumku langsung beku saat itu juga. No. 2 bahkan menjadi sangat lemas dan Kuro-senpai berlari dari belakangku.
“Aki-chan, kau tak apa?” tanyanya cemas.
Akhirnya aku menemukan kembali kesadaranku. “Iyaahhh, kagetnya!!! No. 2, sampai lemas.”
“Ada apa?” tanya Hyuga-senpai yang baru sampai, dan yang lain mengikuti di belakangnya.
Kemudian, dua orang anak yang kelihatannya seumuran dengan kami menghampiriku. Yang sangat pendek dengan rambut orange acak-acakan dan yang satu lagi berambut hitam lurus dan cukup tinggi, namun matanya terlihat tajam.
“Maafkan, kami!” seru mereka berdua sambil membungkuk bersamaan di depanku.
“Tak apa, itu tidak mengenaiku!” tukasku sambil menurunkan No. 2 dan kuberikan pada Kuro-senpai. Setelah kuperhatikan lagi, ternyata bola yang hampir menghantamku adalah bola voli. “Kalian berlatih voli?”
Mereka berdua kembali menghadapku dan saat itu juga, seluruh member Seirin masuk ke dalam gedung. Kegiatan latihan pun terhenti melihat kedatangan kami. Seakan terkejut dengan yang mereka lihat, mata mereka membelalak.
“Perkenalkan, kami klub basket Seirin!” kataku. “Kami juga menginap di penginapan ini, yoroshiku onegaishimasu!!”



‘Tinggi sekali mereka!’ gumam Hinata.



Seorang lelaki dewasa yang kemungkinan adalah pelatih mereka, mendekat padaku dan berdiri beberapa meter di depanku. “Kami dari klub voli Karasuno, selamat datang! Aku pelatih mereka, Ukai.”
Aku melangkah dan menjabat tangannya dengan formal. Di sampingnya, berdiri seorang lelaku lagi yang terlihat tidak atletis.
“Guru pembimbing, Takeda!” sapanya.
Aku pun menjabatnya. Kemudian, Hyuga senpai memperkenalkan diri sebagai kapten. Dan kami pun berkenalan secara formal. “Manager, Akashi Akiya!”, “Kapten, Hyuga Junpei!”
“Aku tidak melihat pelatih kalian,” tukas Takeda-sensei.
“Maaf, pelatih kami tidak bisa hadir hari ini. Tapi, dia akan menyusul dua hari lagi,” jawabku.
“Tapi, gedung ini tidak bisa dipakai untuk berlatih basket dan voli sekaligus,” kata pelatih Ukai.

“Tak apa-apa, kami takkan berlatih basket,” ucapku kepada pelatih Ukai, lalu beralih pada para anggota Seirin. “Jika kalian ingin bermain, cobalah bermain voli!”

***