“Cukup untuk hari ini, istirahat lima menit lalu berkumpul sebelum kembali ke ruang klub!” teriak pelatih Riko di hari terakhir sekolah sebelum masuk liburan musim panas. Dia menghampiriku yang tengah mengamati jadwal liburan kami.
“Otsukaree!!”
seruku.
“Otsukare!” balas
Riko-senpai. “Bagaimana, Aki-chan?”
“Tak ada
masalah,” jawabku. “Aku juga sudah memperhitungkan waktu latihan kita sebelum
Winter Cup dimulai. Dan beberapa hari libur sepertinya cukup efektif untuk
memulihkan tenaga.”
“Aku juga
berpikir untuk memberi mereka libur,”
“Aku ada ide,”
kataku sambil terkekeh membayangkan betapa menyenangkannya ideku.
Para pemain pun
kembali dari istirahat mereka dan mulai berkumpul di sekeliling pelatih dan
aku. Sang kapten meminta jadwal yang sudah kususun dan mencermatinya. Melihat
tak ada masalah, dia mengembalikannya padaku sambil tersenyum.
“Eh-heem!”
Riko-senpai berdeham dengan keras. “Ada sesuatu yang ingin kurundingkan.”
Kiyoshi-senpai
menyahut, “Ada apa, Riko?”
“Ini tentang
liburan kalian,” jawab sang pelatih. “Aku dan Aki-chan sudah membicarakan ini,
dan kami memutuskan untuk memberi kalian waktu seminggu untuk libur.”
“Seminggu? Apa
itu tidak terlalu lama?” tanya Kagami-senpai.
“Malah seharusnya
lebih lama dari itu,” tukasku.
“Kenapa? Kami
sama sekali tak terbebani dengan semua latihan selama ini,” sahut Kagami-senpai
lagi.
Aku menghela
nafas. “Seorang atlet menjaga tubuh mereka tetap segar dan pertandingan
Interhigh kemarin membuat tubuh kalian melemah jauh dari yang kuperkirakan.
Pada dasarnya, itu tidak mempengaruhi angka statistic yang dilihat pelatih pada
tubuh kalian, namun kelemahan itu akan terlihat jika terus menerus dipaksa.
Sama seperti sebongkah batu yang akan hancur jika terus menerus di tetesi air.
Kita perlu melapisi kembali batu itu sebelum menerima tetesan air lagi. Aku
sudah banyak melihat atlet berbakat yang gagal karena mengabaikan tubuh
mereka.”
“Jadi, liburan
seperti apa yang harus kami lakukan?” tanya Hyuga-senpai.
“Kita akan
melakukan perjalanan wisata, dan selama seminggu, kalian dilarang bermain
basket,” jawab Riko-senpai.
“Kemana?” tanya
Koganei.
“Gunung,”
jawabku.
Keesokan harinya,
seluruh anggota klub basket Seirin sudah berkumpul di depan gedung sekolah. Kuro-senpai
menggendong si No. 2 di kepalanya karna dia terlalu berisik saat ditinggal.
“Oee, kau mau
membawanya?” tanya Kagami-senpai dari kejauhan.
“Kau tak perlu
sembunyi sejauh itu, Kagami-kun.”
“Kuroko, kuhajar
kau!!” teriak Kagami-senpai saat Kuro-senpai mendekatinya.
“Semuanya sudah
disini?!” seru Hyuga-senpai.
“Bagaimana dengan
pelatih?” tanya Kiyoshi-senpai yang menyadari bahwa Riko-senpai belum datang.
“Riko-senpai akan
menyusul kita besok lusa. Dia ada urusan yang harus diselesaikan,” jawabku.
Tiba-tiba,
semuanya menghembuskan nafas lega yang aku tak tahu karna apa.
“Setidaknya, kita
selamat dari masakan pelatih,” dengus Koga-senpai.
“Apa masakannya
semengerikan itu?” tanyaku.
“Masakannya bisa
membunuhmu hanya dengan sekali suapan,” tukas Izuki-senpai.
“Dia akan sedih
kalau mendengarnya,” timpalku. “Jangan khawatir, makanan kita disiapkan sendiri
oleh pemilik penginapan.”
Akhirnya, setelah
anak kelas satu yang terakhir datang, kami segera berangkat. Aku duduk di
bangku paling depan bersama Kuro-senpai karna No. 2 yang kugendong menjadi
sangat gaduh saat jauh dari Kuro-senpai. Dan Kagami-senpai, berada jauh di
belakang karna tak mau dekat-dekat No. 2.
“Kagami-senpai,
sebenarnya apa yang dia takutkan dari makhluk ini?” gumamku sambil mengelus No.
2 yang sedang tidur pulas di pangkuanku.
“Anoo, kita
sebenarnya mau kemana?” tanya Kuro-senpai.
“Gunung,” jawabku
singkat.
Dua jam kemudian,
kami sampai di depan sebuah penginapan tradisional yang jauh dari kerumunan
kota. Sejauh yang bisa dilihat adalah lebatnya pepohonan dan jalan setapak
menuju dataran yang lebih tinggi. Kami langsung membongkar barang-barang kami
di kamar masing-masing. Kegiatan hari ini adalah bersantai, jadi seluruh member
bebas melakukan apa yang mereka mau.
Setelah selesai
membongkar barang-barang, No. 2 langsung menggonggong, meminta diajak jalan-jalan.
“Baiklah, ayo
kita jalan-jalan!” seruku sambil berlari ke halaman diikuti No. 2.
Di halaman, aku
melihat Kuro-senpai, bersama anggota yang lain sedang melihat-lihat sekitar.
“Bukankah itu
gedung olahraga?” gumam Izuki-senpai.
“Ingin
melihatnya?” tanyaku sambil menggendong No. 2 dan Kagami-senpai langsung
melompat beberapa meter ke belakang.
Aku berjalan
mendahului mereka. Semakin dekat, semakin terdengar suara berisik dari dalam
gedung. Tak salah lagi, pasti ada beberapa orang sedang menggunakan gedung ini.
Kelihatannya, ini akan jadi menarik. Aku berdiri di depan pintu masuknya, dan
membukanya dengan sekali hentakan.
“Permisiii…!!!”
seruku dengan senyum merekah dan No. 2 yang masih berada di atas kepalaku.
Seketika itu juga, sebuah bola melesat tepat di samping pipiku dan menabrak
dinding. Anginnya menyibakkan rambut merahku yang tergerai. Senyumku langsung
beku saat itu juga. No. 2 bahkan menjadi sangat lemas dan Kuro-senpai berlari
dari belakangku.
“Aki-chan, kau
tak apa?” tanyanya cemas.
Akhirnya aku
menemukan kembali kesadaranku. “Iyaahhh, kagetnya!!! No. 2, sampai lemas.”
“Ada apa?” tanya
Hyuga-senpai yang baru sampai, dan yang lain mengikuti di belakangnya.
Kemudian, dua
orang anak yang kelihatannya seumuran dengan kami menghampiriku. Yang sangat
pendek dengan rambut orange acak-acakan dan yang satu lagi berambut hitam lurus
dan cukup tinggi, namun matanya terlihat tajam.
“Maafkan, kami!”
seru mereka berdua sambil membungkuk bersamaan di depanku.
“Tak apa, itu
tidak mengenaiku!” tukasku sambil menurunkan No. 2 dan kuberikan pada
Kuro-senpai. Setelah kuperhatikan lagi, ternyata bola yang hampir menghantamku
adalah bola voli. “Kalian berlatih voli?”
Mereka berdua
kembali menghadapku dan saat itu juga, seluruh member Seirin masuk ke dalam
gedung. Kegiatan latihan pun terhenti melihat kedatangan kami. Seakan terkejut
dengan yang mereka lihat, mata mereka membelalak.
“Perkenalkan,
kami klub basket Seirin!” kataku. “Kami juga menginap di penginapan ini,
yoroshiku onegaishimasu!!”
‘Tinggi sekali mereka!’
gumam Hinata.
Seorang lelaki
dewasa yang kemungkinan adalah pelatih mereka, mendekat padaku dan berdiri
beberapa meter di depanku. “Kami dari klub voli Karasuno, selamat datang! Aku
pelatih mereka, Ukai.”
Aku melangkah dan
menjabat tangannya dengan formal. Di sampingnya, berdiri seorang lelaku lagi
yang terlihat tidak atletis.
“Guru pembimbing,
Takeda!” sapanya.
Aku pun
menjabatnya. Kemudian, Hyuga senpai memperkenalkan diri sebagai kapten. Dan
kami pun berkenalan secara formal. “Manager, Akashi Akiya!”, “Kapten, Hyuga
Junpei!”
“Aku tidak
melihat pelatih kalian,” tukas Takeda-sensei.
“Maaf, pelatih
kami tidak bisa hadir hari ini. Tapi, dia akan menyusul dua hari lagi,”
jawabku.
“Tapi, gedung ini
tidak bisa dipakai untuk berlatih basket dan voli sekaligus,” kata pelatih
Ukai.
“Tak apa-apa, kami
takkan berlatih basket,” ucapku kepada pelatih Ukai, lalu beralih pada para
anggota Seirin. “Jika kalian ingin bermain, cobalah bermain voli!”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar