Kamis, 19 Maret 2015

Kuroko no Basuke : Generation of Miracles's Promise Part 5 END



Mataku terasa berat, badanku mati rasa, dan juga kepalaku terus saja berdenyut. Nafasku mulai teratur dan aliran darahku sepertinya mulai bekerja dengan baik tapi, aku tetap tak bisa membuka mata atau menggerakkan anggota tubuhku. Aku mencium bau khas ruang perawatan dan kibasan angin ringan yang menyusup masuk dari jendela di samping kakiku. Dalam keadaan seperti ini, aku masih bisa merasakan dan mendengar percakapan dua orang yang kukenali sebagai kakakku dan Kuro-senpai.
“Akashi-kun, aku tak mengijinkanmu membawa Aki-chan,” kata Kuroko.
“Aku bahkan belum mengatakan apapun,” timpal Akashi. “Tetsuya, sepertinya kau masih sangat ingat tentang janji kita.”
Janji? Kuro-senpai dan kakakku berjanji? Tentang apa? Aku? Apa yang mereka bicarakan?
“Tentu saja, untuk itulah aku sampai pada titik ini. Mengalahkan kalian dan berdiri menjadi nomor satu di Jepang,”
“Dari awal kau memang punya potensi untuk melakukannya. Aku suka gaya bermainmu,” ucap kakakku.
Aku ingin melihat mereka berdua tapi mataku sama sekali tak bisa dibuka. Mungkin otot-ototku belumlah bekerja seperti semula. Membicarakan hal itu disini, apa mereka tak peduli kalau aku mendengarnya? Atau mereka memang berharap aku mendengarnya? Sial! Kenapa badanku tak bisa digerakkan di saat seperti ini?!!
“Aku tak akan membawa Akiya kemana pun,” kata Nii-chan. “Dari awal aku memang tak bisa mencegahnya untuk pergi kemana pun.”
Kuro-senpai terdiam, tak membalas kata-kata kakakku. Dia sedang mengamati dan mengantisipasi apa yang akan dikatakan selajutnya.
“Aku sudah tahu kalau pada akhirnya, dia akan memilihmu,” kata kakakku. “Dengan atau tanpa perjanjian itu, kau yang akan mendapatkannya.”
“Jangan membuatnya terdengar seperti barang, Akashi-kun!!”
“Itu lah kenapa dia sangat menyukaimu,” kata Sei-nii sambil tertawa.
Aku merasakan seluruh darahku naik ke wajah, dan pipiku memanas. Kenapa Nii-chanku yang bodoh itu mengatakan hal memalukan seperti itu?!! Tak bisakah dia memahami sedikit saja, situasi yang tidak pas ini?!! Dia sengaja, dia pasti sengaja!!! Aku tak tahan lagi, aku ingin membuka mataku dan berteriak dengan keras ke telinganyaaa!!!
“Lalu kenapa kau membuat perjanjian seperti itu, Akashi-kun?” tanya Kuro-senpai.
“Karna itu menyenangkan,” jawab kakakku. “Bukankah kau juga menikmatinya, Tetsuya? Kurasa, yang lain pun juga menikmati pertandingan masing-masing. Dengan begini, kemampuan kita naik ke level yang lebih tinggi.”
Benar-benar kakak yang jahat! Beraninya dia menggunakanku untuk mendapatkan kesenangan! Dan dia sama sekali tak merasa bersalah. Ahh, menyebalkan!!
“Kurasa itu bukan tindakan yang bagus, Akashi-kun,” tukas Kuro-senpai. “Aku yakin Aki-chan takkan senang mendengarnya.”
Nah, begitu Kuro-senpai! Teruslah membelaku!
“Tapi dia senang kau mengatakan hal itu,” timpal Nii-chan. “Benar, kan Akiya?!”
Hehh? Kenapa dia bertanya padaku? Ahaa, karna asyik mendengarkan mereka, aku tak sadar kalau tubuhku sudah bisa digerakkan. Mataku kubuka perlahan, setelah menyesuaikan pandangan aku duduk di tempat tidur. Menatap dua manusia yang sedang memperhatikanku. Aku kembali merasakan wajahku memanas dan jantungku berdegub kencang. “Berisik!”
“Selamat pagi, Aki-chan!” sapa Kuro-senpai.
Aku hanya mengangguk tak berani menatapnya.
“Menguping itu tidak baik,” kata kakakku.
“Siapa yang menguping? Jelas kalian bicara di depanku, wajar aku mendengarnya,” protesku. “Dan lagi, enak saja kau menggunakanku untuk taruhan kalian.”
Kuro-senpai hanya tersenyum, sedangkan kakakku sudah berdiri.
“Karna kau sudah bisa bicara dengan keras, kau harus ikut aku,” kata kakakku. “Kau masih berhutang penjelasan.”
Kakak macam apa dia?! Adiknya baru saja sadar dan dia sudah memaksa untuk melakukan sesuatu yang melelahkan seperti itu? Moo, benar-benar menjengkelkan. Tapi kemudian, Sei-nii berjalan mendekat dan berdiri membelakangiku, merendahkan punggungnya dan memberi isyarat untuk naik. Aku cukup terkejut dengan aksinya kali ini, walaupun bukan pertama kali dia menggendongku tapi situasi kali ini membuatnya lebih terlihat seperti seorang kakak. Dia membawaku, menggendongku kembali ke lapangan basket serta Kuro-senpai yang mengikuti kami di belakang.
“Ahh, itu mereka!” seru Momo-senpai saat kami melewati pintu. “Aki-chyan!!”
Aku melihat Kiseki no Sedai ada di sana bersama Kagami-senpai dan anggota tim Seirin yang lain.
“Kuroko, kurang ajar!!” desah Kagami-senpai saat kami mendekat. “Aku sungguh akan meninjumu kali ini!!”
“Tolong, jangan lakukan itu! Tinjumu pasti sangat sakit,” timpal Kuro-senpai polos.
“SIAPA YANG PEDULI?!!” bentak Kagami-senpai. “Kau yang menyuruhku pergi dari sana sedangkan kau sendiri kembali kesana! Apa kau mau mempermainkanku?!”
Kagami-senpai sudah mencengkram kepala Kuro-senpai. “Itu sakit, Kagami-kun.”
Tadinya aku sempat khawatir dengan mereka tapi setelah melihat ekspresi Kuro-senpai yang tak berubah dan masih datar, aku tak melakukan apapun selain menahan tawa dan menyembunyikan wajahku di balik punggung Sei-nii.
“Lalu, apa yang akan aku lakukan disana kalau aku tak menyuruhmu pergi?” tanya Kuro-senpai.
Kagami-senpai melepas cengkramannya, “Itu…”
Melihat mereka berdua benar-benar membuatku tak bisa menahan tawa. Akhirnya, tawaku sedikit tumpah tapi tak terlalu terdengar karna aku masih berusaha menahannya. Mungkin, hanya Sei-nii yang mendengarnya.
Selagi mereka berdua sedang bertengkar dengan lucu, yang lain mendekat dengan wajah khawatir mereka. “Maaf, telah membuat kalian semua khawatir,” kataku di balik punggung Nii-chan.
“Karna kau sudah bisa tertawa, sebaiknya kau turun,” kata kakakku yang menurunkan badannya.
“Akicchi, kau tak apa?!” pekik Kise-senpai. “Wajahmu tadi benar-benar sangat pucat.”
“Tak apa, hanya kecapek’an saja,” timpalku sambil terkekeh.
Setelah aku mengatakannya, Sei-nii menoleh padaku dengan tatapan tak percaya.
Seolah tahu apa yang dia pikirkan, aku menjawab dengan sewot, “Aku tidak bohong!”
“Tapi, kenapa sekarang kau terlihat lebih sehat?” tanya Riko-senpai. “Wajahmu bahkan tak terlihat pucat.”
Mendengar Riko-senpai, wajahku kembali memerah karna ingat kata-kata Kuro-senpai yang membuatku sangat malu. Ahh, aku tak ingin mengingatnya lagi.
“Kalau kau mau tetap disini, katakan yang sebenarnya!” kata Sei-nii.
Aku memandanginya sebentar, lalu menghela nafas. “Baiklah, aku mengerti,” jawabku. “Aku memiliki penyakit jantung, jadi aku tak boleh terlalu lelah dan tak bisa melakukan hal-hal berat. Makanya aku menghindari kegiatan klub yang terlalu berlebihan. Sebenarnya, aku dilarang melakukan pertandingan seperti tadi, tapi melihat kalian semua disini aku jadi tak bisa menahan diriku.”
“Seharusnya kau tak bertanding five-on-one dengan mereka,” kata Momo-senpai. “Itu berbahaya.”
“Aku tahu, tapi aku menikmatinya,” kataku. “Lain kali, aku takkan melakukannya lagi.”
“Syukurlah kau tak apa, Aki-chin,” tukas Mura-senpai.
“Dasar, kau membuat kami ketakutan, Akiya,” timpal Mido-senpai.
“Tapi, Akakshi!” panggil Ao-senpai. “Baru kali ini aku melihatmu terkejut. Bahkan sangat berbeda saat Seirin mengalahkanmu.”
“Diam, Daiki!” sela kakakku.
Apa-apaan? Ternyata dia mengkhawatirkanku. Maa, sejak awal dia memang kakakku. Jadi, mau bagaimana pun keadaannya, tidak akan mengubah hubungan kami.
“Akiya, bukankah sudah saatnya kau memberitahu kami tentang pertandingan tadi?” tanya Mido-senpai.
Aku menatap mereka satu persatu. Sei-nii, Kuro-senpai, Kagami-senpai, Riko-senpai, Hyuga-senpai, Kise-senpai, Mura-senpai, Momo-senpai, Ao-senpai dan Mido-senpai benar-benar penasaran dengan pertandingan tadi. Aku menghela nafas sebelum diskusi dilakukan.
“Hmm, apa kalian sudah membuat beberapa teori?”
“Tidak, tapi kami mengumpulkan beberapa fakta,” jawab Hyuga-senpai. “Pertama, kami mengira kalau menggunakan Vinishing Drive yang sama dengan Kuroko, tapi setelah menganalisa lebih lanjut, kurasa teknik itu mustahil dilakukan.”
“Kau tidak mengalihkan pandangan kami. Singkatnya, yang kau lakukan sama sekali berbeda dengan Kuroko,” tambah Mido-senpai.
“Kedua, kau berhenti dua kali. Di depan Midocchi dan di depanku,” kata Kise-senpai. “Setelah itu kau melewati Aominecchi, Murasakibaracchi dan Akashicchi disaat yang bersamaan.”
“Kali ini, faktanya kami membiarkanmu lewat dengan alasan tak bisa bergerak. Itu bukan sebuah ilusi ataupun kecepatan semata, karna walaupun aku tak bisa melihatmu dengan jelas, Midorima melihatmu,”  kata Ao-senpai menjelaskan.
“Jika dilihat dari luar lapangan, tidak terlihat seperti penghentian waktu, teleportasi atau semacamnya. Jeda waktu saat kau berhenti di depan Midorima-kun dan Kise-kun terlihat jelas,” timpal Riko-senpai.
“Aku hanya tahu kalau kau berhenti di depan Midorima lebih lama dari pada di depan Kise,” tambah Kagami-senpai. “Entah dengan alasan apa, tapi itu pasti berhubungan dengan persiapanmu.”
“Kuro-senpai dan Onii-chan tak mau mengatakan apa-apa?” tanyaku.
“Pendapatku sudah dikatakan semua,”  jawab Kuro-senpai.
“Mungkin fakta tak bisa bergeraknya kami adalah karena ucapanmu tadi. Kau tak menunjukkan bahwa kau bergerak,” kata Sei-nii.
“Yupz, benar sekali!” kataku. “Aku memang tak menunjukkan tanda-tanda bahwa aku akan bergerak.”
“Lalu bagaimana kau melakukannya?” tanya Kuro-senpai.
“Hipnotis!” jawabku.
Semua orang tercengang.
“Kenapa kalian seterkejut itu?”
“Bu-bukan begitu, hanya saja…” Hyuga-senpai tergagap.
“Itu bukan keahlian yang umum dimiliki orang, Akicchi,” tambah Kise-senpai.
“Tapi, itu bukan teknik yang mustahil dikuasai,” kataku.
“Lalu, sejak kapan kau menghipnotis kami?” tanya Mido-senpai.
“Aku menghipnotis Mido-senpai saat aku berhenti di depannya. Tidak mudah melakukannya saat seseorang mengenakan kacamata, tadinya aku berpikir untuk berhenti setelah memprediksi Mido-senpai berada di baris paling depan. Tapi, setelah meyakinkan diriku sendiri, aku bisa melakukannya walaupun pada akhirnya hanya bisa membuat Mido-senpai tak bergerak. Dan aku membuat yang lain tak bisa bergerak sekaligus melihat. Itulah mengapa hanya Mido-senpai yang bisa melihatku berlari melewatinya. Lalu, aku berhenti lagi di depan Kise-senpai untuk membuat mereka tak bisa melihatku, waktu yang kubutuhkan jadi lebih sedikit dari yang pertama.”
“Apa yang kau perintahkan pada alam bawah sadar kami? Maksudku, apa sugestimu… anoo, etoo… maksudku…” Kise-senpai bingung dengan pertanyaannya.
“Hanya menginstruksikan otak untuk berhenti bertindak dan memaksa indra penglihatan untuk berhenti bekerja. Kasus berbeda dengan Mido-senpai yang memakai kacamata, perintah untuk tidak melihat tak bisa tercapai, hasilnya dia masih bisa melihat tapi badannya tak bisa bergerak.”
“Begitu ya, hmm…” kata Riko-senpai.
“Akashi, kau sudah tahu tentang ini?” tanya Mido-senpai.
“Tidak, aku sama sekali tak tahu dengan teknik ini,” jawab Nii-chan.
“Lalu, apa yang membuatmu marah?” tanya Mido-senpai lagi.
“Aku tak harus mengatakan alasannya padamu,” jawab kakakku.
Ara?! Jangan-jangan…?! Hihiiii, ternyata dia memang kakakku.
“Aki-chan, aku ingin bertanya sekali lagi,” kata Kuro-senpai. “Apa kau mau bergabung dengan tim basket Seirin?”
Aku menimbang pertanyaan itu dengan pemikiran rumit. Perlahan menatap kakakku dan dia menunjukkan ekspresi yang mengejutkan. Dia sangat tenang, tidak marah dan mengisyaratkan untuk setuju.
“Tak ada pilihan lain,” kataku sambil tersenyum. “Toh, basket juga tak begitu buruk.”
“Selamat datang, di tim basket Seirin,” kata Riko-senpai.
“Nona manager,” tambah Hyuga-senpai.

***

Kejuaraan Interhigh, pertandingan semifinal Blok B, Seirin vs Seiho, waktu tersisa 4 menit dengan skor 79 – 80, time out dari tim Seirin.
“Gawat, pertahanan mereka lebih kuat dari pada tahun lalu,” kata sang kapten sambil menyeka keringatnya dengan handuk. “Ini akan menjadi sebuah masalah.”
“Tak kusangka mereka akan berusaha mati-matian membalas kekalahannya tahun lalu,” tambah Izuki-senpai.
“Kita juga harus mati-matian mempertahankan kemenangan,” timpal Kiyoshi-senpai. “Waktu kita hanya empat menit, apapun yang terjadi kita harus membalikkan keadaan dan memenangkan pertandingan.”
“Tentu saja, tapi menghadapi tim yang keras kepala itu menjengkelkan. Kurasa aku mengerti perasaan Aomine,” kata Kagami-senpai. “Si botak itu sangat merepotkan.”
“Ada apa, Aki-chan?” tanya Kuro-senpai padaku. “Kau sama sekali tak bersuara sejak pertandingan dimulai.”
“Senpai-tachi, dengarkan aku!” tukasku. “Jika dilihat, stamina yang tersisa pada mereka lebih banyak daripada tim kita. Hindari permainan cepat dan menguras tenaga, sebaliknya bermainlah dengan santai dan akurat. Gunakan fake dan tunjukkan bahwa kalian sama sekali tak tegang.”
“Kau yakin dengan yang kau katakan?” tanya Hyuga-senpai.
“Dan satu lagi, Kagami-senpai, aku ingin kau hanya berdiri di bawah ring dan melakukan defense,”
“Apa?!” seru Kagami-senpai. “Kenapa…”
“Ayo, Kagami-kun!” sela Kuro-senpai.



“Oee, kau serius mau menurutinya?” tanya Kagami.
“Tak ada alasan untuk tak percaya,” jawab Kuroko. “Ekspresinya berubah. Aki-chan sangat serius dengan yang dikatakannya.”



“Apa-apaan dengan formasi Seirin?!” pekik Kise yang sedang menonton pertandingan bersama Midorima dan Momoi. “Kagamicchi berada di bawah ring?!”
“Mungkin ini adalah formasi yang direncanakan Akiya,” kata Midorima.
“Tapi, bukankah itu akan merugikan Seirin?” tanya Momoi. “Mereka masih tertinggal dan malah menyuruh Kagami-kun defense, bukankah seharusnya mereka melakukan offense untuk membalik keadaan?”
“Aku tak tahu apa yang sedang dia rencanakan, tapi yang jelas Seirin akan menang telak hari ini,” kata Midorima.



“Nee, Akiya-chan,” panggil Riko-senpai. “Kenapa kau menyuruh mereka melakukan itu?”
“Kedudukan Seiho lebih unggul dan waktu tinggal sedikit. Itu akan memaksa seluruh pemain untuk melakukan apa saja dan terkadang, otak mereka tak merespon emosi dengan baik. Mereka akan mempertahankan poin dan meningkatkan defense mereka agar Seirin tak menambah angka. Aku yakin, mereka percaya bahwa Seirin akan menyerang habis-habisan. Oleh karena itu, mereka akan meningkatkan pertahanan mereka. Lalu, apa yang terjadi jika ternyata Seirin tak melakukan offense habis-habisan?”
“Mereka akan kebingungan?”
“Tepatnya, pendirian mereka akan goyah. Seiho takkan bisa memikirkan strategi untuk menghadapi musuh yang tak seperti bayangan mereka. Akibatnya, serangan mereka akan berantakan dan pertahanan mereka tak kokoh,”
“Lalu, kenapa kau menyuruh Kagami berada di bawah ring?”
“Selain untuk meyakinkan musuh bahwa kita tak melakukan penyerangan, dengan adanya Kagami-senpai di bawah ring, pertahanan kita bertambah kuat. Itu akan lebih membingungkan pemain Seiho. Kita akan memanfaatkan waktu yang sedikit ini untuk membalik keadaan dan membuat kemenangan. Aku percaya, pemain Seirin adalah pemain yang hebat dalam menyerang walaupun tanpa Kagami-senpai.”
Penyerangan Seirin sukses dan berhasil membalik keadaan menjadi 92 – 80. Seluruh fake yang dilakukan, tembakan yang dilancarkan, dan strategi yang diterapkan berhasil dengan sempurna. Dengan kebingungannya, Seiho melakukan banyak kesalahan yang membuat koordinasi dan keseimbangan mereka jatuh. Meskipun begitu, mereka menolak untuk berhenti berusaha. Benar-benar pertandingan yang menarik. Lawan berikutnya adalah, Yosen dan Mura-senpai.
“Yoo, kerja bagus!” seru Kise-senpai saat tim Seirin berjalan keluar gedung. “Pertandingan yang menarik.”
“Otsukaree!!” pekik Momo-senpai
“Lawan kalian berikutnya, Yosen,” kata Mido-senpai. “Murasakibara juga akan membalas kekalahannya tahun lalu.”
“Kise-kun, Midorima-kun, Momoi-san,” sapa Kuro-senpai. “Kami takkan kalah.”
“Tentu saja, sekarang kami punya manager yang hebat,” kata Kagami-senpai sambil menepuk kepalaku.
“Kau bilang tak percaya padanya, Kagami-kun,” kata Kuroko.
“I-itu…”
“Aku akan berusaha,” kataku.
“Ini akan jadi masalah kalau Akicchi membantu mereka,” tukas Kise-senpai. “Apa-apaan poin tadi, 13 angka dalam 4 menit!!”
“Entah kenapa pertandingan menjadi lebih mudah dan menyenangkan,” kata Kagami-senpai.
“Aku janji akan menunjukkan yang lebih menyenangkan dan menarik di pertandingan selanjutnya,” kataku mengakhiri pertemuan kami dan kembali ke tim untuk perjalanan pulang.

END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar