Mataku terasa berat, badanku mati rasa,
dan juga kepalaku terus saja berdenyut. Nafasku mulai teratur dan aliran
darahku sepertinya mulai bekerja dengan baik tapi, aku tetap tak bisa membuka
mata atau menggerakkan anggota tubuhku. Aku mencium bau khas ruang perawatan
dan kibasan angin ringan yang menyusup masuk dari jendela di samping kakiku.
Dalam keadaan seperti ini, aku masih bisa merasakan dan mendengar percakapan
dua orang yang kukenali sebagai kakakku dan Kuro-senpai.
“Akashi-kun, aku tak mengijinkanmu
membawa Aki-chan,” kata Kuroko.
“Aku bahkan belum mengatakan apapun,”
timpal Akashi. “Tetsuya, sepertinya kau masih sangat ingat tentang janji kita.”
Janji? Kuro-senpai dan kakakku berjanji?
Tentang apa? Aku? Apa yang mereka bicarakan?
“Tentu saja, untuk itulah aku sampai pada
titik ini. Mengalahkan kalian dan berdiri menjadi nomor satu di Jepang,”
“Dari awal kau memang punya potensi untuk
melakukannya. Aku suka gaya bermainmu,” ucap kakakku.
Aku ingin melihat mereka berdua tapi
mataku sama sekali tak bisa dibuka. Mungkin otot-ototku belumlah bekerja
seperti semula. Membicarakan hal itu disini, apa mereka tak peduli kalau aku
mendengarnya? Atau mereka memang berharap aku mendengarnya? Sial! Kenapa
badanku tak bisa digerakkan di saat seperti ini?!!
“Aku tak akan membawa Akiya kemana pun,”
kata Nii-chan. “Dari awal aku memang tak bisa mencegahnya untuk pergi kemana
pun.”
Kuro-senpai terdiam, tak membalas
kata-kata kakakku. Dia sedang mengamati dan mengantisipasi apa yang akan
dikatakan selajutnya.
“Aku sudah tahu kalau pada akhirnya, dia
akan memilihmu,” kata kakakku. “Dengan atau tanpa perjanjian itu, kau yang akan
mendapatkannya.”
“Jangan membuatnya terdengar seperti
barang, Akashi-kun!!”
“Itu lah kenapa dia sangat menyukaimu,”
kata Sei-nii sambil tertawa.
Aku merasakan seluruh darahku naik ke
wajah, dan pipiku memanas. Kenapa Nii-chanku yang bodoh itu mengatakan hal
memalukan seperti itu?!! Tak bisakah dia memahami sedikit saja, situasi yang tidak
pas ini?!! Dia sengaja, dia pasti sengaja!!! Aku tak tahan lagi, aku ingin
membuka mataku dan berteriak dengan keras ke telinganyaaa!!!
“Lalu kenapa kau membuat perjanjian
seperti itu, Akashi-kun?” tanya Kuro-senpai.
“Karna itu menyenangkan,” jawab kakakku.
“Bukankah kau juga menikmatinya, Tetsuya? Kurasa, yang lain pun juga menikmati
pertandingan masing-masing. Dengan begini, kemampuan kita naik ke level yang
lebih tinggi.”
Benar-benar kakak yang jahat! Beraninya
dia menggunakanku untuk mendapatkan kesenangan! Dan dia sama sekali tak merasa
bersalah. Ahh, menyebalkan!!
“Kurasa itu bukan tindakan yang bagus,
Akashi-kun,” tukas Kuro-senpai. “Aku yakin Aki-chan takkan senang
mendengarnya.”
Nah, begitu Kuro-senpai! Teruslah
membelaku!
“Tapi dia senang kau mengatakan hal itu,”
timpal Nii-chan. “Benar, kan Akiya?!”
Hehh? Kenapa dia bertanya padaku? Ahaa,
karna asyik mendengarkan mereka, aku tak sadar kalau tubuhku sudah bisa
digerakkan. Mataku kubuka perlahan, setelah menyesuaikan pandangan aku duduk di
tempat tidur. Menatap dua manusia yang sedang memperhatikanku. Aku kembali
merasakan wajahku memanas dan jantungku berdegub kencang. “Berisik!”
“Selamat pagi, Aki-chan!” sapa
Kuro-senpai.
Aku hanya mengangguk tak berani
menatapnya.
“Menguping itu tidak baik,” kata kakakku.
“Siapa yang menguping? Jelas kalian
bicara di depanku, wajar aku mendengarnya,” protesku. “Dan lagi, enak saja kau
menggunakanku untuk taruhan kalian.”
Kuro-senpai hanya tersenyum, sedangkan kakakku
sudah berdiri.
“Karna kau sudah bisa bicara dengan
keras, kau harus ikut aku,” kata kakakku. “Kau masih berhutang penjelasan.”
Kakak macam apa dia?! Adiknya baru saja
sadar dan dia sudah memaksa untuk melakukan sesuatu yang melelahkan seperti
itu? Moo, benar-benar menjengkelkan. Tapi kemudian, Sei-nii berjalan mendekat
dan berdiri membelakangiku, merendahkan punggungnya dan memberi isyarat untuk
naik. Aku cukup terkejut dengan aksinya kali ini, walaupun bukan pertama kali
dia menggendongku tapi situasi kali ini membuatnya lebih terlihat seperti
seorang kakak. Dia membawaku, menggendongku kembali ke lapangan basket serta
Kuro-senpai yang mengikuti kami di belakang.
“Ahh, itu mereka!” seru Momo-senpai saat kami
melewati pintu. “Aki-chyan!!”
Aku melihat Kiseki no Sedai ada di sana
bersama Kagami-senpai dan anggota tim Seirin yang lain.
“Kuroko, kurang ajar!!” desah Kagami-senpai saat
kami mendekat. “Aku sungguh akan meninjumu kali ini!!”
“Tolong, jangan lakukan itu! Tinjumu
pasti sangat sakit,” timpal Kuro-senpai polos.
“SIAPA YANG PEDULI?!!” bentak Kagami-senpai.
“Kau yang menyuruhku pergi dari sana sedangkan kau sendiri kembali kesana! Apa
kau mau mempermainkanku?!”
Kagami-senpai sudah mencengkram kepala
Kuro-senpai. “Itu sakit, Kagami-kun.”
Tadinya aku sempat khawatir dengan mereka
tapi setelah melihat ekspresi Kuro-senpai yang tak berubah dan masih datar, aku
tak melakukan apapun selain menahan tawa dan menyembunyikan wajahku di balik
punggung Sei-nii.
“Lalu, apa yang akan aku lakukan disana
kalau aku tak menyuruhmu pergi?” tanya Kuro-senpai.
Kagami-senpai melepas cengkramannya,
“Itu…”
Melihat mereka berdua benar-benar
membuatku tak bisa menahan tawa. Akhirnya, tawaku sedikit tumpah tapi tak
terlalu terdengar karna aku masih berusaha menahannya. Mungkin, hanya Sei-nii
yang mendengarnya.
Selagi mereka berdua sedang bertengkar
dengan lucu, yang lain mendekat dengan wajah khawatir mereka. “Maaf, telah
membuat kalian semua khawatir,” kataku di balik punggung Nii-chan.
“Karna kau sudah bisa tertawa, sebaiknya
kau turun,” kata kakakku yang menurunkan badannya.
“Akicchi, kau tak apa?!” pekik
Kise-senpai. “Wajahmu tadi benar-benar sangat pucat.”
“Tak apa, hanya kecapek’an saja,”
timpalku sambil terkekeh.
Setelah aku mengatakannya, Sei-nii
menoleh padaku dengan tatapan tak percaya.
Seolah tahu apa yang dia pikirkan, aku
menjawab dengan sewot, “Aku tidak bohong!”
“Tapi, kenapa sekarang kau terlihat lebih
sehat?” tanya Riko-senpai. “Wajahmu bahkan tak terlihat pucat.”
Mendengar Riko-senpai, wajahku kembali
memerah karna ingat kata-kata Kuro-senpai yang membuatku sangat malu. Ahh, aku
tak ingin mengingatnya lagi.
“Kalau kau mau tetap disini, katakan yang
sebenarnya!” kata Sei-nii.
Aku memandanginya sebentar, lalu menghela
nafas. “Baiklah, aku mengerti,” jawabku. “Aku memiliki penyakit jantung, jadi
aku tak boleh terlalu lelah dan tak bisa melakukan hal-hal berat. Makanya aku
menghindari kegiatan klub yang terlalu berlebihan. Sebenarnya, aku dilarang
melakukan pertandingan seperti tadi, tapi melihat kalian semua disini aku jadi
tak bisa menahan diriku.”
“Seharusnya kau tak bertanding five-on-one dengan mereka,” kata
Momo-senpai. “Itu berbahaya.”
“Aku tahu, tapi aku menikmatinya,”
kataku. “Lain kali, aku takkan melakukannya lagi.”
“Syukurlah kau tak apa, Aki-chin,” tukas
Mura-senpai.
“Dasar, kau membuat kami ketakutan, Akiya,”
timpal Mido-senpai.
“Tapi, Akakshi!” panggil Ao-senpai. “Baru
kali ini aku melihatmu terkejut. Bahkan sangat berbeda saat Seirin
mengalahkanmu.”
“Diam, Daiki!” sela kakakku.
Apa-apaan? Ternyata dia
mengkhawatirkanku. Maa, sejak awal dia memang kakakku. Jadi, mau bagaimana pun
keadaannya, tidak akan mengubah hubungan kami.
“Akiya, bukankah sudah saatnya kau
memberitahu kami tentang pertandingan tadi?” tanya Mido-senpai.
Aku menatap mereka satu persatu. Sei-nii,
Kuro-senpai, Kagami-senpai, Riko-senpai, Hyuga-senpai, Kise-senpai,
Mura-senpai, Momo-senpai, Ao-senpai dan Mido-senpai benar-benar penasaran
dengan pertandingan tadi. Aku menghela nafas sebelum diskusi dilakukan.
“Hmm, apa kalian sudah membuat beberapa
teori?”
“Tidak, tapi kami mengumpulkan beberapa
fakta,” jawab Hyuga-senpai. “Pertama, kami mengira kalau menggunakan Vinishing Drive yang sama dengan Kuroko,
tapi setelah menganalisa lebih lanjut, kurasa teknik itu mustahil dilakukan.”
“Kau tidak mengalihkan pandangan kami.
Singkatnya, yang kau lakukan sama sekali berbeda dengan Kuroko,” tambah
Mido-senpai.
“Kedua, kau berhenti dua kali. Di depan
Midocchi dan di depanku,” kata Kise-senpai. “Setelah itu kau melewati
Aominecchi, Murasakibaracchi dan Akashicchi disaat yang bersamaan.”
“Kali ini, faktanya kami membiarkanmu
lewat dengan alasan tak bisa bergerak. Itu bukan sebuah ilusi ataupun kecepatan
semata, karna walaupun aku tak bisa melihatmu dengan jelas, Midorima melihatmu,”
kata Ao-senpai menjelaskan.
“Jika dilihat dari luar lapangan, tidak
terlihat seperti penghentian waktu, teleportasi atau semacamnya. Jeda waktu
saat kau berhenti di depan Midorima-kun dan Kise-kun terlihat jelas,” timpal
Riko-senpai.
“Aku hanya tahu kalau kau berhenti di
depan Midorima lebih lama dari pada di depan Kise,” tambah Kagami-senpai.
“Entah dengan alasan apa, tapi itu pasti berhubungan dengan persiapanmu.”
“Kuro-senpai dan Onii-chan tak mau
mengatakan apa-apa?” tanyaku.
“Pendapatku sudah dikatakan semua,” jawab Kuro-senpai.
“Mungkin fakta tak bisa bergeraknya kami
adalah karena ucapanmu tadi. Kau tak menunjukkan bahwa kau bergerak,” kata
Sei-nii.
“Yupz, benar sekali!” kataku. “Aku memang
tak menunjukkan tanda-tanda bahwa aku akan bergerak.”
“Lalu bagaimana kau melakukannya?” tanya
Kuro-senpai.
“Hipnotis!” jawabku.
Semua orang tercengang.
“Kenapa kalian seterkejut itu?”
“Bu-bukan begitu, hanya saja…”
Hyuga-senpai tergagap.
“Itu bukan keahlian yang umum dimiliki
orang, Akicchi,” tambah Kise-senpai.
“Tapi, itu bukan teknik yang mustahil
dikuasai,” kataku.
“Lalu, sejak kapan kau menghipnotis
kami?” tanya Mido-senpai.
“Aku menghipnotis Mido-senpai saat aku
berhenti di depannya. Tidak mudah melakukannya saat seseorang mengenakan
kacamata, tadinya aku berpikir untuk berhenti setelah memprediksi Mido-senpai
berada di baris paling depan. Tapi, setelah meyakinkan diriku sendiri, aku bisa
melakukannya walaupun pada akhirnya hanya bisa membuat Mido-senpai tak
bergerak. Dan aku membuat yang lain tak bisa bergerak sekaligus melihat. Itulah
mengapa hanya Mido-senpai yang bisa melihatku berlari melewatinya. Lalu, aku
berhenti lagi di depan Kise-senpai untuk membuat mereka tak bisa melihatku,
waktu yang kubutuhkan jadi lebih sedikit dari yang pertama.”
“Apa yang kau perintahkan pada alam bawah
sadar kami? Maksudku, apa sugestimu… anoo, etoo… maksudku…” Kise-senpai bingung
dengan pertanyaannya.
“Hanya menginstruksikan otak untuk
berhenti bertindak dan memaksa indra penglihatan untuk berhenti bekerja. Kasus
berbeda dengan Mido-senpai yang memakai kacamata, perintah untuk tidak melihat
tak bisa tercapai, hasilnya dia masih bisa melihat tapi badannya tak bisa
bergerak.”
“Begitu ya, hmm…” kata Riko-senpai.
“Akashi, kau sudah tahu tentang ini?”
tanya Mido-senpai.
“Tidak, aku sama sekali tak tahu dengan
teknik ini,” jawab Nii-chan.
“Lalu, apa yang membuatmu marah?” tanya
Mido-senpai lagi.
“Aku tak harus mengatakan alasannya
padamu,” jawab kakakku.
Ara?! Jangan-jangan…?! Hihiiii, ternyata
dia memang kakakku.
“Aki-chan, aku ingin bertanya sekali
lagi,” kata Kuro-senpai. “Apa kau mau bergabung dengan tim basket Seirin?”
Aku menimbang pertanyaan itu dengan
pemikiran rumit. Perlahan menatap kakakku dan dia menunjukkan ekspresi yang
mengejutkan. Dia sangat tenang, tidak marah dan mengisyaratkan untuk setuju.
“Tak ada pilihan lain,” kataku sambil
tersenyum. “Toh, basket juga tak begitu buruk.”
“Selamat datang, di tim basket Seirin,”
kata Riko-senpai.
“Nona manager,” tambah Hyuga-senpai.
***
Kejuaraan Interhigh, pertandingan
semifinal Blok B, Seirin vs Seiho, waktu tersisa 4 menit dengan skor 79 – 80, time out dari tim Seirin.
“Gawat, pertahanan mereka lebih kuat dari
pada tahun lalu,” kata sang kapten sambil menyeka keringatnya dengan handuk.
“Ini akan menjadi sebuah masalah.”
“Tak kusangka mereka akan berusaha
mati-matian membalas kekalahannya tahun lalu,” tambah Izuki-senpai.
“Kita juga harus mati-matian
mempertahankan kemenangan,” timpal Kiyoshi-senpai. “Waktu kita hanya empat
menit, apapun yang terjadi kita harus membalikkan keadaan dan memenangkan
pertandingan.”
“Tentu saja, tapi menghadapi tim yang
keras kepala itu menjengkelkan. Kurasa aku mengerti perasaan Aomine,” kata
Kagami-senpai. “Si botak itu sangat merepotkan.”
“Ada apa, Aki-chan?” tanya Kuro-senpai
padaku. “Kau sama sekali tak bersuara sejak pertandingan dimulai.”
“Senpai-tachi, dengarkan aku!” tukasku.
“Jika dilihat, stamina yang tersisa pada mereka lebih banyak daripada tim kita.
Hindari permainan cepat dan menguras tenaga, sebaliknya bermainlah dengan
santai dan akurat. Gunakan fake dan
tunjukkan bahwa kalian sama sekali tak tegang.”
“Kau yakin dengan yang kau katakan?”
tanya Hyuga-senpai.
“Dan satu lagi, Kagami-senpai, aku ingin
kau hanya berdiri di bawah ring dan melakukan defense,”
“Apa?!” seru Kagami-senpai. “Kenapa…”
“Ayo, Kagami-kun!” sela Kuro-senpai.
“Oee, kau serius mau menurutinya?” tanya
Kagami.
“Tak ada alasan untuk tak percaya,” jawab
Kuroko. “Ekspresinya berubah. Aki-chan sangat serius dengan yang dikatakannya.”
“Apa-apaan dengan formasi Seirin?!” pekik
Kise yang sedang menonton pertandingan bersama Midorima dan Momoi. “Kagamicchi
berada di bawah ring?!”
“Mungkin ini adalah formasi yang
direncanakan Akiya,” kata Midorima.
“Tapi, bukankah itu akan merugikan
Seirin?” tanya Momoi. “Mereka masih tertinggal dan malah menyuruh Kagami-kun defense, bukankah seharusnya mereka
melakukan offense untuk membalik
keadaan?”
“Aku tak tahu apa yang sedang dia
rencanakan, tapi yang jelas Seirin akan menang telak hari ini,” kata Midorima.
“Nee, Akiya-chan,” panggil Riko-senpai.
“Kenapa kau menyuruh mereka melakukan itu?”
“Kedudukan Seiho lebih unggul dan waktu
tinggal sedikit. Itu akan memaksa seluruh pemain untuk melakukan apa saja dan
terkadang, otak mereka tak merespon emosi dengan baik. Mereka akan
mempertahankan poin dan meningkatkan defense
mereka agar Seirin tak menambah angka. Aku yakin, mereka percaya bahwa Seirin
akan menyerang habis-habisan. Oleh karena itu, mereka akan meningkatkan
pertahanan mereka. Lalu, apa yang terjadi jika ternyata Seirin tak melakukan offense habis-habisan?”
“Mereka akan kebingungan?”
“Tepatnya, pendirian mereka akan goyah. Seiho
takkan bisa memikirkan strategi untuk menghadapi musuh yang tak seperti
bayangan mereka. Akibatnya, serangan mereka akan berantakan dan pertahanan
mereka tak kokoh,”
“Lalu, kenapa kau menyuruh Kagami berada
di bawah ring?”
“Selain untuk meyakinkan musuh bahwa kita
tak melakukan penyerangan, dengan adanya Kagami-senpai di bawah ring,
pertahanan kita bertambah kuat. Itu akan lebih membingungkan pemain Seiho. Kita
akan memanfaatkan waktu yang sedikit ini untuk membalik keadaan dan membuat
kemenangan. Aku percaya, pemain Seirin adalah pemain yang hebat dalam menyerang
walaupun tanpa Kagami-senpai.”
Penyerangan Seirin sukses dan berhasil membalik
keadaan menjadi 92 – 80. Seluruh fake
yang dilakukan, tembakan yang dilancarkan, dan strategi yang diterapkan
berhasil dengan sempurna. Dengan kebingungannya, Seiho melakukan banyak
kesalahan yang membuat koordinasi dan keseimbangan mereka jatuh. Meskipun
begitu, mereka menolak untuk berhenti berusaha. Benar-benar pertandingan yang
menarik. Lawan berikutnya adalah, Yosen dan Mura-senpai.
“Yoo, kerja bagus!” seru Kise-senpai saat
tim Seirin berjalan keluar gedung. “Pertandingan yang menarik.”
“Otsukaree!!” pekik Momo-senpai
“Lawan kalian berikutnya, Yosen,” kata
Mido-senpai. “Murasakibara juga akan membalas kekalahannya tahun lalu.”
“Kise-kun, Midorima-kun, Momoi-san,” sapa
Kuro-senpai. “Kami takkan kalah.”
“Tentu saja, sekarang kami punya manager
yang hebat,” kata Kagami-senpai sambil menepuk kepalaku.
“Kau bilang tak percaya padanya,
Kagami-kun,” kata Kuroko.
“I-itu…”
“Aku akan berusaha,” kataku.
“Ini akan jadi masalah kalau Akicchi
membantu mereka,” tukas Kise-senpai. “Apa-apaan poin tadi, 13 angka dalam 4
menit!!”
“Entah kenapa pertandingan menjadi lebih
mudah dan menyenangkan,” kata Kagami-senpai.
“Aku janji akan menunjukkan yang lebih
menyenangkan dan menarik di pertandingan selanjutnya,” kataku mengakhiri
pertemuan kami dan kembali ke tim untuk perjalanan pulang.
END.