Setelah
menghabiskan makan malamnya, Akiya mendadak diam. Dia memperhatikan sekeliling
dan sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
“Pelatih Ukai!”
panggilnya.
Pelatih Ukai
langsung menoleh dan seisi ruangan membisu. Semua mata tertuju pada Akiya. Dia
mengangkat sebuah garpu dan mengacungkannya kepada pelatih Ukai yang berada di
hadapannya.
“Nee, ayo kita
bertanding!” ucapnya dengan sorot mata sadis dan seringai meremehkan.
‘Ini dia!’ pikir
Hyuga. ‘Akashi’s yandere mode! Kali
ini apa yang dia rencanakan?’
“Tiba-tiba saja,
aku ingin bermain basket. Jadi, bagaimana kalau kita bertaruh pada sebuah
pertandingan. Seirin lawan Karasuno!’ kata Akiya.
Pelatih Ukai
masih terlalu terkejut dengan perubahan raut wajah Akiya, dari yang tadinya
ceria, ramah, dan pribadi yang menyenangkan tiba-tiba menjadi sadis dan
menakutkan. Hanya dengan melihat matanya, pelatih Ukai tidak bisa mengeluarkan
suara.
“Pertandingan
voli, jika kami menang, kami akan menggunakan gedung olahraga itu untuk bermain
basket, tapi jika kalian yang menang, kalian yang menentukan hukuman kami!”
‘Voli? Apa dia
sudah gila? Kami tak bisa bermain voli!!’ pikir Kagami.
‘Apa yang dia
rencanakan?! Aku ingin menghentikannya, tapi tenggorokanku tercekik. Sial, dia
ingin mempermainkan kami!’ seru Hyuga dalam hati.
“Kalau kau ingin menggunakan
lapangan, kami bisa meminjamkannya, (Kagami : Bodoh! Dia tidak sedang bicara
padamu! Cari mati, ya?!) tak perlu melakukan pertandingan segala. Sungguh,
merepotkan! (Izuki : Kuroko, cepat katakan sesuatu! Dalam keadaan seperti ini,
hanya kau yang bisa mengendalikannya),” tukas Tsukishima yang duduk di samping
Sugawara dengan malas.
Belum sempat
Tsukishima mengatupkan bibirnya, dia langsung terhentak dan jatuh ke belakang.
Akiya sama sekali tidak menoleh pada Tsukishima, tapi tangan kanannya merentang
tepat di depan wajah Sugawara dan sebuah garpu terlihat menancap di dinding.
Tsukishima berhenti bernafas saat menyadari apa yang baru saja terjadi, Akiya
melemparkan garpunya ke arah Tsukishima.
“Diam! Aku tidak
sedang bicara denganmu!” kata Akiya di tengah kesunyian yang dibuatnya. “Meminjam
katamu? Siapa yang mau melakukan hal membosankan seperti itu?! Bukankah lebih
menyenangkan jika aku bisa merebutnya?”
‘Aki-chan,
menakutkan!’ pikir Hinata. ‘Bahkan Kageyama sama sekali tak ada apa-apanya.’
‘Dia bukan hanya
gadis yang tak biasa, tapi manusia yang sangat menakutkan! Sial, aku tak berani
mengeluarkan suara!’ pikir pelatih Ukai. ‘Benar-benar aura yang mengerikan!’
Kagami sedang mengingat-ingat sesuatu.
‘Sepertinya, ini bukan yang pertama kali. Aku pernah hampir ditikam Akashi
menggunakan gunting. Tapi, waktu itu Akashi sudah tahu kalau aku akan
menghindar, sedangkan Akiya, dia bahkan tidak melihat Tsukishima. Apa dia hanya
berniat melempar ke arah Tsukishima? Tidak, dia tahu. Dia bisa memperkirakan
lemparan yang dia lakukan agar tidak mengenai Tsukishima. Itu artinya, dia
bukan sekedar gadis dengan daya analisis tinggi, tapi juga seorang atlet yang
bahkan bisa melebihi Kiseki no Sedai.’
Akiya menghela nafas dalam, dan akhirnya
ketegangan pun berkurang. Suasana menjadi lebih tenang karena aura yang
menyelimuti ruangan perlahan mulai kembali seperti semula. Tekanan yang tadi
menyekik, kini menghilang seiring ketenangan Akiya yang mulai nampak. Semua
orang yang berada di ruangan itu dapat kembali bernafas dengan lega kecuali
Tsukishima yang masih shock dengan
yang terjadi padanya.
“Apa yang baru saja terjadi?” tanya
Tanaka memecah keheningan untuk pertama kali.
Yang lain pun mulai menemukan suara
mereka kembali. Sugawara langsung menenangkan Tsukishima yang ada di
sampingnya. Keributan mulai terdengar kembali, sementara Akiya menunduk dengan
tangan memegangi dahi.
“Oee, Akiya! Apa yang baru saja terjadi?
Jelaskan semuanya!!” seru Hyuga.
“Nee, Akiya!! Apa yang sedang kau
rencanakan? Cepat beritahu kami!” teriak Izuki.
“Apa kau pikir kami mau menurutimu begitu
saja! Jangan seenaknya!!” bentak Kagami.
Semua member Seirin melayangkan protes
dan membentaki Akiya, kecuali Kuroko yang tetap diam mengamati di sampingnya.
Akiya sendiri tidak menjawab dan masih tertunduk menatap lantai dengan tangan
menutupi dahi dan nafas yang tersengal-sengal. Beberapa detik kemudian,
perlahan dia mendongak dengan wajah pucatnya.
“Siapa bilang kalian tak bisa bermain
voli? Siapa bilang kalian tak bisa bermain basket? Semua orang boleh bermain,
dan sudah kubilang kalian akan mendapatkan sesuatu jika melakukan hal yang
belum pernah kalian lakukan,” kata Akiya yang langsung berdiri dan berjalan ke
pintu. “Kau boleh membenciku, Hyuga-senpai. Tapi, asal tahu saja, di hari
ketika aku menyutujui untuk menjadi manager tim ini, aku sudah memutuskan untuk
mendukung tim ini sepenuhnya. Termasuk melawan kakakku sendiri.”
Hyuga terpaku
menatap pintu setelah Akiya menghilang di baliknya. Dia memandangi seluruh
member Seirin dan mengeluh. “Setelah apa yang dilakukannya, kenapa jadi aku
yang merasa bersalah?”
“Apakah itu yang
kau maksud dengan ‘gadis paling menakutkan’, Izuki-san?” tanya Nishinoya.
“Itu salah
satunya. Sial, aku bahkan lupa kalau dia bisa mengalahkan seluruh Kiseki no
Sedai sendirian,” kata Izuki.
“Kiseki no Sedai
yang kau ceritakan itu?!” seru Hinata bersemangat.
“Ya, dia
mengalahkannya dalam tanding basket, five-on-one,”
jawab Kiyoshi. (Tanaka – Nishinoya : Tak mungkin!!!)
“Tapi
ngomong-ngomong, Tsukishima terlihat sangat terkejut. Lihat, dia masih
kelihatan pucat,” timpal Azumane.
Tsukishima tertunduk
sambil diselimuti aura ketakutan di sekelilingnya. Yamaguchi dan Sugawara masih
berusaha menenangkannya. Kageyama melihatnya dengan raut wajah senang.
“Oee, Kageyama!
Kenapa kau senyum-senyum?” tanya Sawamura.
Kageyama yang
kaget, langsung mengatur ulang mimic wajanya. “Tidak ada apa-apa,” jawabnya
sambil memalingkan wajah senangnya.
“Nee, Kapten
Seirin!” panggil pelatih Ukai. “Ada sesuatu yang ingin kutanyakan.”
Sang kapten dan
seluruh member menoleh ke pelatih Ukai.
“Gadis itu, apa
dia pernah melakukan hal ini sebelumnya?” tanya pelatih Ukai.
“Tidak, belum
pernah yang seperti ini,” jawab kapten Seirin. “Kami juga terkejut.”
Pelatih Ukai
menunjukkan wajah serius. “Lalu bagaimana menurut kalian tindakannya barusan?”
“Aku tak tahu
bagaimana menjawabnya,” jawab Hyuga.
Kagami berdeham,
“Meskipun kami tahu bagaimana mengerikannya aura Akiya, kami tak menyangka dia
bisa melakukan sesuatu yang lebih menakutkan dari orang itu.”
“Orang itu?”
tanya Kageyama.
“Akashi Seijurou,
kakaknya Akiya,” jawab Izuki.
“Aku mendengar
cerita tentangnya. Apa hubungan mereka tidak baik?” tanya pelatih Ukai.
“Kami hanya tahu
kalau Akiya membenci kakaknya, selebihnya, dia tak pernah membahasnya,” jawab
Kiyoshi. “Kuroko, kau tahu sesuatu? Are??”
Kiyoshi dan yang
lain menoleh ke tempat duduk Kuroko, tapi tak menemukannya.
“Anak itu,
lagi-lagi menghilang seenaknya!” keluh Hyuga.
“Pokoknya, pasti
ada sesuatu dibalik apa yang dia katakan. Kenapa kita tak mencobanya?” saran pelatih
Ukai.
“Aku setuju,
lagipula taruhannya tidak begitu membebani tim. Tenang saja, kami takkan
memberi hukuman yang sulit,” ucap Sawamura.
“Heehh?!!” ledek
Hyuga. “Apa kalian yakin bisa menang?”
“Kami takkan
kalah dari pemula!!” seru Tanaka.
“Itu benar!”
timpal Nishinoya. “Apa yang membuat kalian berpikir bisa mengalahkan kami?”
“Akiya!” jawab
Kagami. “Selama kami punya Akiya, kami tak bisa dikalahkan dengan mudah.”
“Ehh, sangat
percaya diri rupanya,” tukas Kageyama. “Kalau begitu kami akan melawan dengan
serius (Sugawara : Oee, kalian! Tidakkah sebaiknya kalian khawatirkan
Tsukishima dulu. Dia bahkan tak bisa mengangkat wajahnya)!”
“Jadi, sudah
diputuskan!” kata Hyuga. “Kita akan melakukan pertandingan voli untuk
memperebutkan hak lapangan!”
“Yoroshiku!” kata
Sawamura sambil berjabat tangan dengan kapten Seirin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar